This is my world…

Posts tagged “Kevin

My Bestfriend’s Story | One Shoot |

Annyeong onnie,oppa,saeng,chingu 🙂

Saya bawa FF dadakan lagi.

Author: Mg Ajeng

Cast :

Dongho U-Kiss

Kevin U-Kiss

 

Genre : Friendship Oneshoot

 

Inspirasi : MV U-Kiss – 0330

 

——————————————-

Melihat sahabatmu bersedih bahkan dia selalu menyunggingkan senyum yang tak kita mengerti, apakah itu menyakitkan? Apakah hal itu membuatmu berpikir bahwa kau bukanlah sahabat yang baik untuknya? Sahabatmu itu dulu pernah tersenyum, dulu pernah tertawa, dulu pernah ada bahagia dalam hidupnya namun sekarang semua itu sirna.

 

Aku ingin membuat hal yang sirna itu muncul kembali bahkan membuatnya tetap di sana. Aku tak ingin membuat hal itu pergi dari hidupnya selamanya. Aku hanya ingin membuatnya kembali memiliki nyawa.

 

Saat ini, aku akan menceritakan kisah dari sahabatku sendiri dan kuharap apabila salah satu sahabatmu mengalami hal ini maka kumohon jangan pernah tinggalkan dia. Seorang sahabat yang baik akan selalu bersama dan membuat sahabatnya itu mengingat satu hal penting, yaitu apabila dia mengalami sesuatu maka ada kau di sampingnya.

-Flashback-

Aku kembali ke apartemen dengan keadaan lelah bahkan emosi. Sahabatku lupa akan janjinya untuk menemuiku padahal aku sudah menunggunya selama hampir tiga jam. Kuhubungi HPnya tapi tak aktif. Hari ini sungguh membuatku ingin mencakarnya. “Aaarrrggghhh!!!!! Dasar Dongho babo!!!!!!!” Kuteriakkan hal itu karena aku benar-benar tak bisa menahan diri.

Namaku Kevin dan aku memiliki sahabat bernama Dongho. Kami sudah bersahabat hampir tiga tahun dan aku sudah sangat mengenalnya. Walaupun kami tak bertemu setiap hari tapi saat kita saling membutuhkan maka kami akan saling menghubungi. Dongho adalah seorang namja yang memiliki tampang jutek sedangkan aku adalah orang yang ceria. Orang-orang terkadang bertanya kenapa kami bisa menjadi dekat dan selalu kujawab karena Dongho adalah seorang sahabat yang baik.

Akhirnya kurebahkan badanku di kasur dan aku mencoba memejamkan mata. Aku berharap kalau hari ini tak akan pernah terjadi lagi. “Kenapa Dongho bisa berubah seperti itu?” Pikiran itu memenuhi otakku hingga aku tertidur.

Hampir dua jam lamanya aku tidur dan saat aku bangun, aku mendapati HPku pernuh dengan pesan dari Dongho. Dia meminta maaf karena tak bisa menemuiku karena harus menemui seseorang yang penting untuknya. “Seseorang yang penting? Siapa dia? Aku juga penting untuknya kan aku sahabatnya. Huh, dasar babo.” Kuletakkan HPku begitu saja dan aku tidak memperdulikan semua pesan darinya.

Rasa kesal dan lelah membuatku lapar. Aku menuju dapur dan membuat makanan. Selama aku membuat makanan, pintu apartemenku seperti diketok oleh seseorang. Saat kubuka pintunya, ternyata sahabatku Dongho berdiri dan tersenyum memamerkan gigi-giginya. Ingin kujitak saat itu juga tapi aku tak tega karena kulihat dia sangat gembira.

Kupersilahkan dia masuk dan dia langsung menuju dapur karena mencium bau masakan yang aku buat. “Kau memasak apa? Harum sekali. Bikinkan untuk dua porsi ya, aku sangat lapar.” Setelah mengatakan itu, dia langsung duduk di meja makan dan memandangku. “Kenapa hanya berdiri saja di sana, Kevin? Mulailah memasak.”

Mendengar perkataannya itu membuatku ingin menenggelamkannya. Apakah dia tidak sadar kalau aku sedang marah padanya? Seenaknya dia datang ke rumah dan minta makan. Aku pun kembali memasak sambil menggerutu karena aku sangat sebal hari ini terlebih aku harus menuruti perintahnya. Aku memasak dengan hati yang tidak karuan, sehingga aku tak tahu apakah aku memasukkan garam atau lada ke dalam masakan.

Acara memasak selesai dan aku menghidangkannya di meja makan. Dongho langsung menyambar makanan bagiannya dan dia memakannya dengan lahap. Aku memperhatikannya dengan seksama, “Apakah kau Dongho? Sepertinya kau bukan Dongho. Jangan-jangan kau alien yang menyamar menjadi Dongho.” Dongho yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum dan dia dengan cepat menghabiskan makanannya, sedangkan aku belum menyentuh makananku padahal aku sangat kelaparan tadi.

“Masakanmu aneh, semua rasa bercampur jadi satu tapi tak masalah.” Aku yang mendengarnya terpana karena dia sama sekali tak protes dengan hasil masakanku padahal yang aku tahu Dongho adalah orang yang selalu melayangkan protes kalau ada hal yang tidak dia suka. “Kau sakit, Kevin? Makanlah makananmu itu, nanti dingin.”

“Kenapa kau berubah 180 derajat seperti ini? Bertemu dengan siapa tadi? Apakah dia mengguna-gunaimu?”

“Bicara apa kau?! Aku baik-baik saja. Kau mau tahu tadi aku bertemu dengan siapa?”

Senyuman yang kulihat tadi saat di pintu kembali ada di wajahnya. Rasa penasaran membuatku tak tahan untuk bertanya.

Selama dua jam, aku mendengarkan ceritanya dan reaksiku adalah, “Hanya karena seorang yeoja, kau seperti ini? Seperti apa yeoja itu hingga kau seperti orang yang sangat berbeda?”

“Yeoja itu mampu membuatku mengerti bahwa sebetulnya aku memang harus bisa mencintai seseorang dan dia melakukannya. Aku mencintainya, Kevin.”

“Cepat sekali. Apakah kau sudah mengenalnya dengan baik? Kenalkan aku padanya maka aku bisa memberikan penilaian.”

“Nanti kau bisa naksir padanya.”

“Astaga, kau sudah mengenalku selama tiga tahun dan pernahkah aku menusukmu dari belakang? Aku sahabatmu dan kalau kau ingin aku bisa menerimanya maka kenalkan aku.”

“Baiklah, besok kutunggu kau di restoran biasanya.”

“Apakah aku harus menunggu selama dua jam lebih lagi?”

“Haha, tidak. Maafkan aku, Kevin. Besok aku tak akan ingkar janji.”

Hari itu walaupun aku kesal dan lelah karena ulah sahabatku namun aku bahagia mendengar sahabatku bisa memiliki seorang yeojachingu. Tiga tahun mengenalnya, tak sekalipun aku mendengarnya bercerita bahwa dia mencintai seorang yeoja. Kami berdua mengobrol hingga malam tergantikan oleh pagi.

Sekarang pukul 15.00 dan aku berada di restoran sambil membaca sebuah majalah. Aku menunggu sahabatku datang bersama yeoja yang dia cintai. Kami janjian jam ini dan aku terus melihat jam berharap bahwa dia tak akan telat lagi. Lima menit berlalu dan belum kulihat batang hidunya. Sepuluh menit berlalu dan aku pun melihat Dongho menggandeng seorang yeoja.

Kusunggingkan senyum pada mereka dan Dongho langsung merangkulku. “Maaf, Kevin membuatmu menunggu lama. Oiya, kenalkan ini yeoja yang cintai.” Aku berkenalan dengannya dan yeoja itu tersipu malu saat Dongho bilang bahwa dia adalah yeoja yang dia cintai. Kupersilahkan mereka duduk dan kami mulai mengobrol.

Dongho terlihat sangat bahagia bahkan saat dia berbicara, tatapan matanya memandang yeoja yang duduk di sebelahnya. Tatapan mata Dongho menyiratkan sebuah kebahagiaan. Ternyata yeoja ini adalah teman saat Dongho bersekolah dulu dan mereka kembali bertemu secara tidak sengaja saat reuni sekolah. Dongho mulai mencintainya saat mereka kembali bertemu dan berteduh di tempat yang sama karena hujan.

Tak terasa waktu menjelang sore dan yeoja itu harus pulang. “Oppa, antarkan aku pulang sekarang nanti orang tuaku akan mencari.” Dongho dan yeoja itu berpamitan padaku, “Kevin oppa, terima kasih untuk hari ini. Senang mengenalmu. Kuharap kita bisa bertemu lagi.” Mereka berlalu pergi dari hadapanku dan aku kembali pulang ke apartemen.

Hari-hari berlalu begitu saja seperti biasanya. Sahabatku, Dongho, dia semakin sering bersama dengan yeoja itu. Aku hanya bisa bertemu dengannya sesekali namun aku memakluminya karena saat ini pasti dia sedang bahagia. Saat bertemu, dia selalu menceritakan bagaimana hari-harinya dengan kekasihnya dan aku tersenyum mendengarnya.

Hubungan mereka seolah tanpa masalah bahkan aku selalu melihat Dongho tertawa bersama yeoja itu saat kami makan bersama. Apakah ini yang namanya sebuah keajaiban cinta? Sebuah keajaiban di mana dia sanggup membuat seseorang yang jutek bahkan tertutup menjadi seseorang yang sangat menyenangkan dan selalu terlihat bahagia. Saat itu aku sadar bahwa cinta itu hebat dan dia memiliki kekuatan yang tak akan pernah kita duga.

Namun, cinta itu pun bisa berubah sangat menyakitkan bahkan membuatmu membencinya walaupun hanya sejenak. Keajaiban yang kau percaya sebelumnya langsung hilang ditelan waktu saat kau melihat sahabatmu terpuruk. Aku menyaksikannya sendiri, menyaksikan bagaimana cinta itu telah merenggut nyawa dari hidup sahabatku.

“Kau tak apa-apa? Ceritalah padaku, Dongho. Kumohon jangan seperti ini.” Aku berkunjung ke apartemennya dan kulihat dia hanya terdiam di sofa memandang TV yang tak menyala. Makanan yang aku buat dari semalam pun tak disentuhnya. Kuputuskan untuk menemaninya malam itu dan aku akan siap mendengar ceritanya.

Hingga jam dua belas malam, dia belum juga bersuara. Kekesalanku memuncak dan aku berteriak di depannya, “Dongho!!! Hei, babo!!!! Ada apa denganmu?! Apakah kau tak menganggapku di sini?! Semalaman aku menunggumu tapi kau tak kunjung bersuara!!!! Babo!!!!! Dengarkan aku!!! Lihat wajahku!!!” Kuguncang tubuhnya dan aku hampir meninjunya namun kuurungkan.

“Gara-gara yeoja itu kau seperti ini?! Apakah cinta membuatmu seperti ini?!” Aku berteriak di hadapannya namun dia hanya diam saja. Kuputuskan untuk pulang dan meninggalkannya sendirian. Saat aku akan memegang gagang pintu, dia bersuara. “Dia pergi dan meninggalkanku di sini sendiri. Apakah kau mengerti dan pernah merasakan bagaimana rasanya ditinggalkan sendiri?” Kupandang wajahnya dan dia kembali menjadi Dongho yang dulu.

Wajah yang selalu meremehkan itu kembali ada di hadapannya namun semuanya semakin  menyakitkan bahkan menyedihkan. Wajah itu menyiratkan bahwa dia meremehkan dirinya sendiri, dia menganggap bahwa dirinya sangat bodoh dengan mencintai yeoja itu. Aku kembali duduk di sebelahnya dan menunggunya bercerita.

Kutunggu dia beberapa menit, dia akhirnya menceritakan semuanya. Aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Kudengar dia sempat tertawa dan menangis di sela-sela ceritanya. Aku tak bisa melakukan apa-apa, hanya sebuah pelukan saat dia selesai bercerita. Dia menangis dan aku baru tahu kalau Dongho rapuh akan seperti ini. Dongho yang kukenal adalah seseorang yang kuat bahkan dia akan terlihat kuat tapi kali ini aku melihatnya dengan sisi yang berbeda.

Yeoja yang dia cintai itu meninggalkannya tiba-tiba tanpa ada kabar. Saat Dongho akan memberikan sebuah kejutan di hari ulang tahunnya, semuanya berubah karena Dongho melihat bahwa rumah yeoja itu tak lagi ditempati. Mulai saat itu, Dongho selalu mencoba mencari tahu di mana keberadaan yeoja itu namun semua nihil.

Aku sebagai sahabatnya pun hanya tahu saat dia tiba-tiba menghubungiku dan memintaku datang ke apartemennya. Kulihat bahwa Dongho seperti orang yang tidak memiliki nyawa. Hari pertama aku datang, kulihat terkadang dia tersenyum sendiri saat makan dan seperti mengobrol dengan “seseorang” di sebelahnya padahal itu adalah bangku kosong. Keanehan itu semakin parah, sekarang aku melihatnya menangis.

Seperti inikah rasanya saat kau harus menghadapi kenyataan di mana sahabatmu bukanlah seperti dia yang seharusnya? Perasaan bingung, marah, kecewa, sakit semuanya bercampur jadi satu. Aku tak ingin melihat Dongho seperti ini, “Lupakan dia perlahan-lahan. Aku tahu kau bisa melakukannya. Maaf, kalau aku menyarankanmu hal ini tapi aku tak ingin melihatmu seperti ini.” Perkataanku membuatnya tenang, dia memandangku dan tersenyum. Sebuah senyuman yang sangat dipaksakan.

Setelah kejadian itu, aku selalu meminta bertemu dengan Dongho. Aku tahu bahwa dia tidak akan melakukan hal bodoh tapi aku hanya ingin tahu bahwa dia baik-baik saja. Suatu kali, saat kita bertemu kulihat dia seperti mengobrol dengan “seseorang” lagi dan tawanya yang dulu kembali. “Kau berbicara dengan siapa?”

“Dengan kekasihku. Kau sudah mengenalnya, kan?”

Ingin rasanya aku menangis. Aku tahu kalau dia masih berat melepaskan yeoja itu tapi aku tak ingin melihatnya seperti seseorang yang terlalu mengharapkan sesuatu yang mustahil.

Kupandang dia yang masih “mengobrol” dengan “seseorang” itu. Aku tak memperdulikan tatapan orang-orang karena hanya aku yang tahu bagaimana dia. Hal ini terkadang berlanjut setiap kali aku bertemu dengannya bahkan dia selalu tersenyum saat menemuiku. Apakah aku yang gila atau dia? Pertanyaan itu membuat hatiku sakit sekali.

Pertemuan demi pertemuan kulalui dan tingkahnya semakin membuatku merasa bahwa aku bukanlah sahabat yang baik untuknya. Senyuman, tawa, bahagia itu hilang tapi kemudian muncul walaupun dengan suasana yang “aneh”. Tak tahan melihatnya seperti itu, tanpa sadar aku membentaknya saat kita bertemu. “Dongho!!!! Apakah kau sudah gila?! Hei, dengarkan aku!!!! Babo, dengarkan aku!!!!”

“Apa maksudmu dengan gila???!!!! Aku masih normal!!! Kau yang babo!!!”

“Normal???!!! Kau sebut dirimu normal???!!!! Mengobrol dengan “seseorang” itu normal??!!!! Hentikan semua ini!!!!”

Dia memandangku dengan tajam, begitupun aku. Mungkin saat itu dia ingin meninjuku tapi hanya tatapan itulah yang dia keluarkan. Semenit kemudian, dia terduduk lemas dan memandangku.

“Kau benar, Kevin. Semua yang kau katakan itu benar. Aku memang gila dan aku belum sanggup melepas yeoja itu. Setiap hari aku berusaha maka semakin berat aku melepasnya.”

“Aku sedih melihatmu seperti ini. Kau seperti kehilangan nyawamu dan tawamu itu sangat dipaksakan. Kenapa cinta dan yeoja itu mampu membuatmu seperti ini?”

“Aku sangat mencintainya dan kau tahu itu. Berat melepasnya bahkan harus melewati hari tanpanya. Aku seperti kehilangan seseorang yang sangat penting apalagi sebelumnya aku selalu bersamanya.”

“Semuanya memang berat tapi kau masih memiliki sahabat yang ada saat kau ingin bercerita. Sahabat yang akan menemanimu. Aku tahu bahwa aku tak bisa selalu hadir untukmu tapi aku selalu berusaha untuk ada. Kau sahabatku, Dongho dan akan selalu begitu. Aku akan membantumu melewati situasi ini.”

Dongho memandangku dan dia tersenyum. Sekarang senyuman itu adalah senyuman yang seperti biasanya. Kami berdua pun mengobrol seperti biasa. Hari itu menjadi sebuah hari yang bisa aku banggakan karena hari itulah aku mengerti bagaimana arti sebuah sahabat. Tak hanya hari itu tapi hari-hari berikutnya.

-Flashback End-

Saat sahabatmu terpuruk dan dia kembali tersenyum, maka kau akan sangat bersyukur. Bersyukur bahwa kau bisa hadir untuknya, bisa menemaninya. Tak peduli berapa lama kau mengenalnya tapi kalau kau tak bisa hadir untuknya bahkan saat dia membutuhkanmu maka kau bukanlah sahabat.

—-THE END—-

Makasih udah dibaca 🙂

Maaf kalau jelek.

Ditunggu komennya 🙂