This is my world…

Posts tagged “Victoria

TROUBLE OF LIFE PART 1 (Friendship of KyuHae)

Author : Quincy

Cast:

Lee Donghae aka Donghae

Cho Kyuhyun aka Kyuhyun (belum muncul :P)

Lee Hyukjae aka Eunhyuk

Other Cast:

Sungmin

Siwon

Shindong

Victoria

Leeteuk

Ryeowook

Rated: G

Genre: Frienship,Sad Drama

______________________________________________________________

Lee DongHae. Itulah nama salah seorang anak yang berasal dari Mokpo. Ayahnya telah meninggal sejak ia berumur 10 tahun karena penyakit ayahnya yang telat diketahui oleh mereka. DongHae mempunyai kakak bernama Lee DongHwa. Kakaknya sudah akan menikah. Saat ini umur DongHae 16 tahun. Ia memilih untuk pergi ke Seoul merantau. Ia tak ingin merepotkan Ibunya yang juga sering sakit-sakitan. DongHae merupakan seorang anak yang baik dan patuh. Ia juga bisa dibilang pintar. Ia bersekolah di Seoul dan bertemu dengan seseorang yang jadi teman sekamarnya di asrama yang bernama Lee HyukJae. Temannya ini sering dipanggil EunHyuk. Kedua orang ini sangat mencintai dance. Mereka telah bersahabat selama 3 tahun. Kebetulan SMA mereka sama. Tapi suatu hari akibat masalah besar, dengan terpaksa persahabatan mereka putus begitu saja. Sejak saat itu di SMA ia menjadi anak yang berandalan. Selalu melawan guru walaupun nilainya selalu tinggi. Ia juga bekerja sambilan untuk membiayai uang sekolahnya.

Di asrama

“Huh, aku benci hari ini!!” kata DongHae di kamarnya dengan membanting tas sekolahnya ke atas kasur. DongHae kemudian duduk di sebelah jendela untuk menghirup udara segar dan menghilangkan kepenatan yang ada di dalam dirinya.

‘Apakah aku selalu sial begini?’

‘Apa masih kurang?’

‘Appa sudah tak ada. .’

‘Sekarang aku harus kelihangan sahabatku. .’

‘Lee HyukJae Monkey. .’

Pikir DongHae dalam hati.

Ia menerawang menatap langit biru. “Hhhhhh” DongHae menghela nafas panjang mengingat kejadian saat Appanya meninggal. Tanpa ia sadari air matanya menetes membasahi pipinya. Ia menopang dagunya dengan tangan kanannya.

Selang beberapa menit lamanya.

DongHae melihat matahari sudah mulai terbenam. Ia ingat bahwa ia harus kerja sambilan. DongHae menghapus air matanya. Ia mengambil jaket yang ia taruh di kasur dan memakainya. “Aku harus kuat! Untuk apa aku hidup kalau Cuma ingin meratapi nasib!” kata DongHae sambil mengambil tasnya dan topinya. DongHae kemudian berjalan menuju keluar dan menuju mini market tempatnya bekerja sambilan.

Sesampai di mini market.

DongHae membuka pintu belakang mini market. Ia masuk tanpa berkata satu katapun. Ia langsung menuju tempat loker, dan mengganti pakaiannya. PUK. Seseorang menepuk pundak DongHae. “DongHae! Kenapa lagi kamu!? Datang-datang bawaannya diam melulu? Biasanya kamu yang banyak omong.” Kata orang itu. DongHae menoleh, padahal dia sangat mengenal suara khas tersebut. DongHae hanya tersenyum paksa. “Tidak ada apa-apa kok. SungMin, kau tumben nggak bareng sama ShinDong?” tanya DongHae.

“ShinDong? Dia sakit demam. Dia sekarang lagi istirahat di asrama.” Kata SungMin. “Oh, titip salam ya. Moga dia cepat sembuh. Udah ya aku mau cari manager.” Kata DongHae kemudian berlalu menuju ruang Manager.

Tok tok tok. “Masuk!” Manager yang sedang asyik duduk sambil baca koran dan meminum teh. “Su-hyung.” Panggil DongHae. ‘Su-hyung’ yang dipanggil DongHae adalah Park JungSu alias LeeTeuk. LeeTeuk melirik sekilas seseorang yang masuk itu.

“Oo, DongHae ya. Ada apa?” tanya LeeTeuk ramah. “Duduk dulu,” LeeTeuk menunjuk kursi di depannya. Mengisyaratkan untuk DongHae duduk. “Arasseo.” DongHae kemudian duduk. “Ada apa?” LeeTeuk mengulang pertanyaannya. “Hyung, aku dapat giliran jaga di mana?” tanya DongHae. “Oo, aku kira ngapain. Kau jaga kasir sekarang. Soalnya SoHee nggak datang kerja.” Kata LeeTeuk.

“Ya udah hyung. Aku kerja sekarang ya? Permisi hyung.” Kata DongHae kemudian menuju kasir. LeeTeuk kembali menjalankan kegiatannya tadi. <maksudnya minum teh dan baca koran>

DongHae keluar dari ruang Manager. “Hufft” ia menghela nafas lagi. Ia langsung menuju kasir 1. Di mini market ini ada 3 kasir. Kasir 1 dijaga DongHae, kasir 2 dijaga RyeoWook, kasir 3 dijaga Victoria.

Kling.

“Selamat datang.” Sapa DongHae. Seorang perempuan cantik yang bisa di bilang bodynya itu proposional, ah biar gampang oke aja. Pakaiannya modis, tapi terlihat dengan jelas kalau perempuan itu jutek dan judes. Perempuan itu mengambil beberapa camilan yang ada. Ia meletakkannya pada keranjang belanjanya. Ia beranjak menuju tempat minum. Setelah mengambil beberapa minuman ia menuju kasir.

Kebetulan kasir DongHae sedang kosong jadi, perempuan itu membayar di kasir 1. “Annyeonghaseyo. Apa hanya ini saja belanjaannya Nona?” tanya DongHae dengan berusaha senyum seramah mungkin. “Kau ini mau aku beli berapa banyak sih? Kalau aku udah ke kasir berarti yang aku beli Cuma itu!” kata perempuan itu dengan sangat judes.

“Ah, Maaf.” DongHae kemudian menghitung belanjaan si jutek itu. “Semuanya delapan ratus won.” Kata DongHae yang sudah membungkus belanjaan si jutek dengan plastik. Perempuan itu mengeluarkan uang dari dompet kulit yang terlihat sangat mahal itu.

“Nih.” Perempuan itu memberi uang 5000 won. DongHae mengambil uang tersebut. Tapi setelah dicek tidak ada uang kembalian. “Maaf, Nona. Apa ada uang kecil?” tanya DongHae. “Apa-apaan nih mini market? Uang kecil saja tak ada! Aku cuman punya uang lima ribu won di dalam dompetku! Bagaimana sih? Siapa managermu? Biar aku suruh dia menyiapkan uang kecil!” kata perempuan itu dengan sombongnya.

‘Ck, ada aja cewek kayak gini!’

‘Minta dibunuh aja’

Pikir DongHae

DongHae menelpon manager. “Hyung, ada pembeli yang protes.” Kata DongHae singkat kemudian meletakkan gagang telepon. “Manggil manager aja isi telpon segala!” kata perempuan itu. DongHae mulai kesal, namun ia berusaha memaksa senyumnya agar terlihat.

Managerpun datang. “Apa ada yang bisa dibantu Nona?” tanya LeeTeuk sang Manager. “Jadi kau managernya? Pantas!” kata perempuan itu dengan tampang merendahkan.

‘Sialan nih orang! (*_*)’

‘Ke sini tuh tujuannya buat nyindir ya?’

Pikir LeeTeuk.

“Ya, saya managernya. Ada apa?” tanya LeeTeuk. “Kasih tahu ya? Sama anak buahmu yang satu ini! Pertama, jangan pernah tanya ke aku mau nambah belanjaan atau enggak! Kedua, kamu itu mestinya menyediakan uang yang cukup! Kalau ada uang yang harus disusukkan tapi malah nggak ada susuk, mendingan aku nggak usah belanja di sini!” Jelas perempuan itu panjang lebar.

Yang nyuruh kamu belanja di sini siapa?

‘Huuft (#_#)’

‘Masalah nambah lagi

Pikir DongHae.

DongHae memutarkan bola matanya. “Baik, Nona.” Kata LeeTeuk berusaha tenang dan tetap tersenyum. (=u=). “Ya sudah! Aku tidak akan bayar sepenuhnya. Aku hanya membayar lima ratus won saja! Susuk saja tidak ada!” kata perempuan itu lalu berjalan dengan sombongnya keluar.

“Dasar muna <munafik maksudnya>!” kata DongHae setelah perempuan itu menjauh dari pandangannya. “Hei, kau tak boleh bicara seperti itu!” kata LeeTeuk memukul kepala DongHae. “Habis, hyung! Dia itu menyebalkan!” kata DongHae memegang kepalanya. “Nanti jam istirahat ke ruanganku!” kata LeeTeuk langsung berlalu.

“Argh! Aku benar-benar benci hari ini! mulai dari tadi di sekolah sampai sekarang menyebalkan!” keluh DongHae. Victoria yang melihatnya mengeluh langsung berkata, “Hei! Jangan mengeluh terus! Kalau terus mengeluh, hal itu terus kamu rasain!” kata Victoria. “Iya ya, kau benar juga.” Kata RyeoWook yang kebetulan mendengar perkataan Victoria. “Victoria, kau jadi psikolog ajah!” suruh RyeoWook. “Ngapain juga aku jadi psikolog? Duit darimana neng?” tanya Victoria.

“Hei, Toria! RyeoWook itu laki bukan cewek. Ngapain kamu manggil dia ‘neng’?” tanya DongHae. “Ya~ Jangan panggil aku ‘Toria’ donk! Aneh!” kata Victoria. “Kalau gitu kamu jangan manggil aku. . . apa tadi? ‘neng’ gitu? Apaan tuh ‘neng’? dari mana ada kata-kata ‘neng’??” tanya RyeoWook yang kapru itu <maksudte iki katrok>.

“Hhhh, ini anak lagi, katroknya nggak ketulungan ya!” kata Victoria. “kata ‘neng’ itu asalnya dari Jakarta. Biasanya kalau ada angkot atau bajaj pasti nanyain cewek-cewek yang lagi nongkrong dengan kalimat, ‘Neng, mau naik angkot/bajaj nggak neng?’ pasti itu kata-kata yang keluar.” Jelas DongHae panjang lebar. “Oo, Jakarta yang ada monasnya itu?” tanya RyeoWook. DongHae dan Victoria mengangguk. Selang beberapa menit RyeoWook terdiam ia baru sadar kalau dia dipanggil ‘neng’ tadi.

“Victoria! Ngapain kamu manggil aku ‘neng’ hah?” tanya RyeoWook yang baru nyadar itu. “Yah. . .dianya baru nyadar. GUBRAK!” kata DongHae dengan pura-pura terjatuh. “Ckckck, Wook Wook. Kau ini memang lola ya?” kata Victoria sambil geleng-geleng kepala.

“Lola? Apalagi itu?” tanya RyeoWook. GUBRAK. Semua pura-pura terjatuh. Zaman gini nggak tahu bahasa Gaul <Garang ulat>. “Ya ampun!! Wookie! Kamu memang nggak kenal bahasa orang luar ya?!” tanya DongHae. “Aku kan orang Korea. Untuk apa aku kenal bahasa asing. Aku juga nggak berniat ke negeri barat.” Kata RyeoWook. “Hufft, memang susah ngomong sama orang susah. Ckckck” kata Victoria. “Tapi, memangnya Lola itu apa sih?” tanya RyeoWook. “L-O-A-D-I-N-G

L-A-M-A! Artinya loe itu mikirnya telat!” kata DongHae.

Kling.

“AH, selamat datang.” Sapa ketiganya bersamaan. Pengunjung pun datang dan terus bertambah.

Mereka berdua memang asyik diajak ngobrol

‘Toria dan Wookie. .’

‘Orang yang baik.’

Pikir DongHae.

Jam istirahat.

DongHae berjalan menuju ruang manager. Tok tok. “Hyung.” Panggil DongHae. “Masuk saja DongHae,” DongHae pun masuk. “Ada apa hyung? Manggil aku ke sini?” tanya DongHae sambil menarik kursi dan duduk. “Huuft.” LeeTeuk menghela nafas panjang.

“Kenapa?” tanya DongHae. “Ada aja pengunjung kayak tadi! Tadi dia telpon tahu!” kata LeeTeuk mulai memanas. “Hah? Cewek jutek tadi? Memang dia ngomong apa?” tanya DongHae. “Aku terpaksa harus memotong gajimu 50%, soalnya kalau nggak aku bakalan dituntut sama ortunya cewek tadi!” kata LeeTeuk dengan suara pelan. “NDE?! Potong gaji?” ulang DongHae. LeeTeuk mengangguk.

‘Cih, dasar sial!’

‘orang itu INMA!’

Pikir DongHae.

“Gwenchanna hyung. Potong aja. Emang apa aja sih yang dibilang ama tuh cewek?!” DongHae mulai penasaran. “Gini. . .”

Ini FlashBack :

“Yoboseyo.” “Yoboseyo, dengan LeeTeuk di Latte mini market. Ada yang bisa saya bantu?”, “Kamu manager kan?!” kata perempuan tadi secara tidak sopan. “Ne. Ada yang bisa saya bantu?” tanya LeeTeuk. “Aku Cuma mau kasi tahu, potong gaji penjaga kasir 1 tadi! Aku tak terima! Mentang-mentang punya tampang oke sudah sombong!” kata perempuan itu di seberang telepon.

“Wae? Kenapa harus dipotong?” tanya LeeTeuk bingung. “Pokoknya, kau potong saja gaji karyawanmu itu! Harus dipotong 50%! Mengerti!?” suara dari telepon itu terdengar sampai di luar ruangan. LeeTeuk menjauhkan gagang telepon dan menutup kupingnya. “Tapi nona, jika tak ada alasan yang pasti, saya tak bisa memotong gajinya.” Kata LeeTeuk sambil mengusap-usap kupingnya.

“APA?!!!!” lagi-dan-lagi LeeTeuk harus menjauhkan gagang telepon itu dari kupingnya. “Kalau kau tidak memotongnya aku akan menuntutmu masuk penjara!! Terserah kalau kau tidak melakukannya! Intinya harus!” kata perempuan itu. “Tapi-“ Baru saja LeeTeuk hendak membantah telepon sudah di putus. “HALLO? HALLO?” teriak LeeTeuk.

End of FlashBack.

“. . . .Jadi begitu ceritanya. Kupingku saja masih sakit!” kata LeeTeuk. “Dasar! Mentang-mentang menurutnya pelanggan adalah raja!” maki DongHae. “Sudahlah. Jangan begitu.” Kata LeeTeuk. “Hyung, apa aku boleh pulang sekarang?” DongHae terlihat sangat lelah. Oleh karena itu, LeeTeuk memperbolehkan DongHae pulang. “Yah, kau boleh pulang.” Kata LeeTeuk.

“Gomawo hyung. Permisi.” Kata DongHae. Ia berjalan menuju ruang loker. Ia dengan cepat berganti baju. Dia keluar dari mini market. Bukannya dia menuju asrama. Melainkan ia berjalan menuju pantai dekat mini market. Sesampai di pantai ia duduk di tepi pantai. DongHae terdiam lama di tepi pantai.

Desiran ombak membuatnya mengingat masa lalu.

FlashBack :

“Appa, aku mau berenang!” kata DongHae dengan tatapan memelas saat ia berumur 10 tahun. “Jangan, DongHae. Kau belum bisa berenang! Ombak juga sedang keras.” Kata ‘Appa’ DongHae. “Aniyo! Aku pokoknya mau berenang!” teriak DongHae kecil yang mulai ngambek. DongHae lalu berlari menuju pantai. Ia membuka bajunya lalu menyebur begitu saja tak peduli dengan teriakan ‘Appa’-nya.

WUUSSH. . .

Ombak membesar saat DongHae sudah berada jauh di tengah pantai. “DongHae ya!!” teriak Appa. DongHae menoleh ke belakang dan melihat ombak yang kira-kira 1 meter tingginya. Saat itu DongHae masih pendek.

BRUSHH. . .

DongHae tenggelam. “Tolong!! Blup blup!” jerit DongHae. Appa DongHae langsung berlari menyelamatkan DongHae. JEBYUR. Appa DongHae langsung berenang menuju DongHae. Ia merasakan sakit pada paru-parunya saat berenang.

Tidak! Aku harus kuat!

Pikir Appa.

Appa DongHae berhasil menyelamatkan DongHae. Saat sampai di tepian pantai Appa DongHae mengangkat DongHae yang pingsan. Kemudian ia dibantu oleh DongHwa, kakak DongHae yang saat itu umurnya sekitar 14 tahun. Dengan cepat mereka menuju rumah sakit terdekat di Mokpo.

“Appa gwenchanna?” tanya DongHwa setelah melihat Appa-nya yang masih menggunakan baju utuh yang basah. “Ne,” Appa mengangguk. DongHae yang sudah dibaringkan di ranjang langsung diperiksa oleh dokter.

Dokter keluar dari ruangan DongHae. “Dokter, bagaimana-keadaan-anak-saya?” tanya Appa dengan terengah-engah. “Anak bapak baik-baik saja. Hanya pingsan karena syok. Tapi dia sudah sadar.” Kata Dokter. “Jinjja? Hah hah. . syukurlah—“ kalimat Appa terputus. BRUK. Appa DongHae pingsan. DongHae yang merasa tak nyaman berada di ruangan pasien sendirian memutuskan untuk keluar.

Dilihatnya Appa terjatuh pingsan. Semua panik. Mulai dari ibunya dan kakaknya. (> o <) “Appa!! Appa!” DongHae langsung berlari menuju Appa-nya. Ia mengoncang-goncangkan badan Appa-nya. DongHwa juga ikut menuju Appa-nya. “Appa! Appa! Sadarlah Appa!” DongHwa menepuk-nepuk pipi Appa.

“Maaf, adik bisa permisi sebentar?” tanya Dokter. “Suster! Bawa pasien ini ke UGD!” teriak Dokter. Kemudian datang beberapa suster yang membawa ranjang dorong. Semua membantu mengangkat Appa. Semua terburu-buru menyiapkan alat di UGD. Saat itu DongHae hendak masuk.

“Adik, maaf, adik nggak boleh masuk.” Kata Dokter kemudian menutup pintu UGD. “Hyung! Appa kenapa?” tanya DongHae pada kakaknya. “Aku tak tahu. Omma, apa omma tahu?” tanya DongHwa. Omma menggeleng. “Appa kalian tidak pernah mengatakan kalau ia punya penyakit. Omma tak tahu.” Kata Omma.

Beberapa menit kemudian.

Dokter keluar dari ruang UGD. Omma yang melihat paling awal karena DongHae dan DongHwa sudah tertidur. “Dokter! Bagaimana keadaan suami saya?” tanya Omma. “Maaf, kami hanya dapat menahan penyakitnya untuk beberapa saat saja. ” Jelas Dokter. “Penyakit? Maksud Dokter suami saya punya penyakit?” tanya Omma herang. Dokter malah terlihat sama herannya. “Ibu tidak mengetahui penyakitnya? Ehem. Maaf sekali lagi. Suami Anda terkena penyakit kanker. ” Kata Dokter.

“APA!???? Kanker? Kantong kering maksudnya dok?” tanya Omma karena menganggap itu lelucon. “Bukan bu. Kanker, penyakit tumor hitam. Ia sudah mencapai stadium 3. Susah untuknya untuk bertahan hidup. Dan sekarang ia sedang dalam keadaan koma.” Jelas Dokter dengan suara pelan. Omma kaget. Saking kagetnya mulutnya menganga. Ia merasa kakinya lemas, ia terjatuh.

“Jadi—jadi—appa, tak akan hidup lama?!” tanya Omma tak percaya. Dokter hanya sanggup mengangguk. “Saya permisi.” Kata Dokter kemudian berlalu. DongHae yang mendengar suara dengan kakaknya, terbangun. “Omma ada apa? Appa bagaimana?” tanya DongHae sambil mengucek-ngucek matanya.

DongHwa, kakak DongHae melihat mata ibunya berkaca-kaca. “Omma, kenapa?” tanya DongHwa sedikit kaget. “Appa—appa—“ perkataan Omma terbata-bata dan terputus karena menahan tangis. “Appa kenapa Omma?” tanya DongHae perlahan berjalan menuju Omma-nya dibarengi DongHwa. “Appa koma! Hiks hiks hiks. . ia jadi seperti itu karena penyakitnya,” jelas Omma yang air matanya tak dapat dibendung lagi.

DongHae dan DongHwa kaget. “Penyakit? Bukankah selama ini Appa baik-baik saja?” tanya DongHwa tak percaya. “Kata Dokter, Appa menyembunyikan penyakit kankernya yang sudah sampai stadium 3.” Jelas Omma terisak. DEG. Semua terdiam. Air mata DongHae mengalir membasahi pipinya. “Omma! Omma bohong kan?! Omma hanya bercanda kan?!” tanya DongHwa tetap tak percaya walaupun matanya sudah berkaca-kaca.

Omma hanya terdiam dan terus menangis. Karena DongHae tak percaya, ia langsung berlari masuk ke ruangan Appa-nya. “DongHae!” panggil DongHwa. DongHae masuk ke ruangan Appa-nya.

“Appa! Appa! Bangun!” teriak DongHae menguncang-guncang badan Appa-nya. Omma yang melihatnya mendekat lalu memeluk DongHae. “DongHae-ya, Appa sedang istirahat. Mungkin sebentar lagi ia akan sadar.” Kata Omma sambil menenangkan DongHae. DongHae menangis di pelukan ibunya.

Keesokan harinya.

“Omma! Appa kenapa belum bangun juga?” tanya DongHae. “Sabar, nak.” Hanya itu yang bisa diucapkan oleh ibu DongHae. DongHwa yang baru pulang sekolah langsung menuju Rumah Sakit. “DongHwa, kau sudah pulang rupanya.” Kata Omma saat melihat DongHwa membuka pintu menggunakan seragam sekolah.

“Ne, Omma.” Kata DongHwa sembari meletakkan tasnya. “Appa belum sadar juga ya?” tanya DongHwa. Ibunya hanya bisa menggelengkan kepalanya. Selang beberapa menit DongHae merasa lapar. “Omma, aku lapar.” Kata DongHae memegang perutnya yang keroncongan.

“Oo, DongHwa, kau antarkan DongHae beli camilan di cafetaria. Ini uangnya. Ibu ingin menunggu Appa kalian,” jelas Omma memberikan uang. “Arasseo, Omma.” Kata DongHwa kemudian berjalan keluar.

“Yeobbeo, kapan kau sadar? Anak-anak menganggapmu hanya tidur.” Omma membelai rambut Appa. Air mata Omma jatuh lagi. Ia tak dapat menahan kesedihan. Sret, jari-jari Appa bergerak sedikit demi sedikit. Omma kaget melihatnya. Ia langsung menghapus air matanya.

Mata Appa terbuka perlahan, namun wajahnya terlihat amat sangat pucat. “Kau sudah sadar?!” teriak Omma. “Ne, anak-anak?” tanya Appa dengan terbata-bata karena kondisi jantungnya yang masih lemah. “Anak—anak—“ ulang Appa. “Jangan banyak bicara dulu, aku akan panggil dokter juga anak-anak.” Kata Omma.

Omma menelpon anak-anak terlebiih dahulu. Dan dalam 5 menit mereka sampai di ruangan. “APPA!” teriak DongHae begitu melihat Appanya sadar. “Dong. .hae. . .” panggil Appa dengan suara yang masih sangat lemah. “Ne Appa?” DongHae memegang tangan Appanya. “Kau—kamu—harus ja—di anak yang berbakti—dan punya—tujuan hidup—“ Appa mulai terengah-engah saat berbicara. “K-kau ju-ga DongHwa.” Lanjut Appa. “Arasseo Appa!” kata DongHae dan DongHwa bersamaan.

“M-mian, A-appa sudah tak k-kuat la-lagi——-,” tangan Appa yang menggenggam tangan DongHae menjadi lemas dan terjatuh. Alat penunjuk detak jantung menunjukkan garis lurus. “Appa? APPA!!” teriak DongHae sambil mengguncangkan badan Appanya. “Yeobbeo!!!” teriak Omma mendekat. “Appa, appa! Sadarlah! Aku mohon!” kata DongHwa terlungkup di dada Appanya.

“DOKTER!!” teriak Omma. Dengan cepat dokter datang. “Permisi, Anda harus tunggu di luar.” Kata Suster yang datang bersama Dokter. Dokter berusaha membuat Appa sadar lagi dengan pengejut jantung.

Satu kali

Dua kali

Tiga kali. . .

Sayang sekali sama sekali tak ada reaksi apapun. Wajah dokter terlihat muram. Dengan pandangan mata Dokter ke Suster. Suster langsung mengerti dan menutup Appa dengan kain putih hingga ke kepala.

Dokterpun keluar. “Dokter! Bagaimana?!” tanya Omma yang baru saja menghapus air matanya. “Maaf.” Mendengar kata ‘maaf’ Omma dan DongHwa serta DongHae merasa hati mereka seakan-akan ditusuk belati. “BOHONG! Dokter berbohong kan?” teriak DongHae. “Maaf, sekali lagi maaf.” Ulang dokter itu.

DongHae yang tak terima langsung berlari mendobrak pintu. Dilihatnya Appa-nya sudah tertutup kain. DongHae merasa kakinya lemas dan terjatuh. “APPA!!” Jerit DongHae. Air matanya terjatuh. Omma langsung berlari dan memeluk DongHae.

Saat pemakaman.

Pemakaman dilaksanakan esok harinya. Pandangan mata DongHae terlihat kosong dan bengkak akibat menangis. Setelah dikubur dan pembacaan doa, DongHae duduk terdiam bersama Ommanya, sedangkan kakaknya harus ke sekolah karena ada urusan.

“Appa, mianhaeyo. Aku telat mengetahuinya.” Kata DongHae sambil meletakkan bunga lili. “Kalau saja aku tak ngotot seperti waktu itu, Appa tak akan seperti ini—“ perkataan DongHae terputus karena ia menangis. “Semua salahku Appa! Kalau saja saat itu bukan aku saja yang mati!!—“ DongHae terisak. “Kenapa bukan aku saja—“ PLAK! DongHae memegang pipinya.

Ternyata Omma menamparnya. Omma terlihat sangat sedih saat DongHae melihat Ommanya saat menamparnya. “Kau kira Omma akan bahagia kalau kau yang mati?!!!” teriak Omma yang mulai terisak. DongHae hanya bisa diam dan menangis. Ia memeluk Ommanya.

End of Flashback. <puanjangnyo. . menyedihkan pulaT_T>

ToBeCon…

Mian kalau ini ff agak kacau bahasa na… –‘

coment yang banyak yah :DDD