This is my world…

Archive for June 28, 2011

Dancing Is My Life, Noona!


by Mg Ajeng

 

Annyeong onnie, oppa, saeng, chingu 🙂

Saya bawa FF selingan lagi ^^

 

Cast :

Lee Taemin : Taemin

Lee Joo Seung : Joo (Kakak Taemin)

Member SHINee

 

Inspirasi : MV dan Live Perform SHINee (Lihat Taemin aja ^^)

 

Genre : Family Oneshoot

 

Silahkan dibaca 🙂

 

—————————–

 

Backsound Lagu Michael Jackson – Beat It

 

            Lagu itu mengalun di rumah kakak-adik dengan volume yang sangat kencang. Kakaknya yang memang tidak suka dengan suara bising di rumah terutama saat pagi, hanya bisa berteriak-teriak saja pada adiknya untuk mengecilkan volumenya.

 

“Taemin! Kecilkan volumenya! Ini masih pagi! Ayo berangkat sekolah!” teriakku. Aku tidak suka dia selalu menyetel lagu dengan volume kencang seperti itu. Bising sekali! “Taemin!!!!!!!!! Ke bawah sekarang!!! Hari ini hari pertamamu di SD dan matikan musik itu!!!!”

“Iya, noona!! Tunggu sebentar!!!”

Aku benci kalau harus menunggunya, dia selalu saja seperti ini. Saat pertama kali masuk TK, dia juga seperti ini. Nama adikku Lee Taemin dan namaku Lee Joo Seung, kami adalah kakak-adik dengan selisih umur lima tahun. Orang tua kami tinggal di luar Korea Selatan dan mereka mempercayakan Taemin padaku padahal aku kadang benci kalau dia mulai seperti ini.

 

Adikku tersayang ini akhirnya turun dengan wajah berkeringat dan baju seragam yang basah. Aku melihatnya dengan tatapan marah tapi dia hanya tersenyum padaku. “Kenapa noona? Ko cemberut gitu? Wajah noona seram sekali.”

“Kenapa bajumu basah begitu?! Kau belum mandi ya Taemin?! Cepat ganti baju!”

“Noona kenapa selalu galak padaku terutama saat akan mengantarku ke sekolah. Kenapa noona? Aku kan tak salah apa-apa.”

“Cepat ganti baju sekarang atau kita tak berangkat sekolah!”

Taemin kembali ke kamar dengan menggerutu dan menunjukkan muka yang kesal karena aku yang selalu marah-marah padanya.

 

Jujur, aku sangat sayang pada adikku ini apalagi orang tua kami tinggal jauh maka orang pertama yang selalu aku beri perhatian hanya dia. Hanya saja, terkadang tingkahnya itu membuatku sebal bahkan bisa membencinya. Aku hanya benci kalau dia selalu saja menari dan menyetel musik kencang sebelum berangkat sekolah.

 

Menari. Hal itulah yang membuatku tidak suka. Hobinya atau bisa dikatakan bakatnya menari yang membuatku selalu saja marah-marah setiap pagi bahkan saat kita hanya berdua di rumah, dia selalu seperti itu. Tiap waktu menyetel musik yang berbeda dan dia menari mengikuti iramanya. Aku belum pernah mengingatkannya karena menurutku masih wajar kan dia masih kecil, semoga saja tak berkelanjutan hingga dewasa.

 

Taemin akhirnya turun dan bajunya sudah tidak basah seperti tadi. Dia masih cemberut saja bahkan menghindariku. “Kenapa saeng? Ko menghindar dari noona?”

“Noona ini kenapa sih? Aku kan tidak salah apa-apa tapi noona selalu galak padaku saat pagi bahkan di hari pertamaku sekolah selalu seperti ini.” Kulihat air mata menggenang di pelupuknya.

“Kau menangis? Cengeng ah! Ayo sekolah!” Aku menggandeng tangannya.

“Taemin ga mau sekolah!”

Aku memandangnya dan dia menangis. Tak tega melihatnya seperti itu, aku pun memeluknya dan menenangkannya. Aku tidak suka melihatnya sedih seperti ini apalagi menangis, dia adalah adik yang aku sayang.

 

Tangisannya berhenti dan dia tersenyum. Aku tersenyum padanya dan menggandeng tangannya. Sepanjang jalan kami bernyanyi dan dia selalu menari. Aku hanya melihatnya saat dia menari, badannya luwes sekali seperti perempuan. “Noona, kenapa memandangku seperti itu?” Aku menggelengkan kepalaku, kagum dan takjub tapi aku tak suka melihatnya menari.

 

Nyanyian dan tariannya menemani perjalanan kami ke sekolah. Dia selalu bahagia saat hari pertama sekolah apalagi kalau aku mengantarnya. Orang tuaku memberikan seorang supir tapi aku tak ingin manja bahkan aku berniat membiayai sekolahku dan Taemin kalau aku sudah bisa bekerja nanti.

 

Aku terus melihatnya yang menari sambil menyanyi. “Noona, lihat tarianku! Bagus tidak?”

“Kenapa kau suka menari sih saeng? Itu kan seperti perempuan.”

“Michael Jackson bukan perempuan dan dia bisa menari. Aku ingin melegenda seperti dia, noona. Apakah aku bisa?”

“Noona tahu kau sangat suka dengan Michael Jackson kan kau menyetel lagunya setiap hari makanya noona suka marah-marah padamu. Hehe.”

“Jadi itu alasan noona sering marah padaku? Maaf ya noona?” Taemin memelukku erat sekali.

“Noona selalu memaafkanmu saeng. Noona hanya heran kenapa kau suka sekali menari dan menyanyi? Kau seperti perempuan saja, Taemin.” Aku mengelus kepalanya lembut. Taemin hanya memandangku seakan ingin memberi jawaban tapi takut akan reaksiku. Dia hanya tersenyum dan menggandeng tanganku. Hanya bingung dan heran melihat tingkah adikku ini.

 

Sesampainya kami di sekolah, aku mengantarnya ke kelas. Dia terlihat sangat gembira dan sangat semangat berkenalan dengan teman-teman barunya. Kutinggalkan dia sendiri dan aku berkata akan menjemputnya nanti. Adikku ini melambaikan tangan dan memamerkan gigi-giginya. Aku hanya tersenyum saja. Dasar Lee Taemin, batinku.

 

Selama di sekolah, aku selalu mengawasi adikku dari kejauhan. Melihatnya bisa bergaul dengan teman-temannya membuatku lega. Bel pulang sekolah berbunyi dan aku menghampiri adikku di kelasnya. Kulihat dia menari di dalam kelas bersama teman-temannya. Aku hanya berdiri di depan pintu. Ingin rasanya dia kuajak pulang tapi aku tak ingin merusak suasana jadi kubiarkan saja hingga dia selesai.

 

Hari itu Joo melihat Taemin menari di hadapan teman-temannya. Dia memandang dengan wajah heran dan sedikit terkejut melihat Taemin bisa menari seperti itu. Gayanya seperti penyanyi favoritnya Michael Jackson. Joo tersenyum dan saat Taemin melihatnya, Taemin memeluknya dan dia tersenyum. Raut wajahnya sangat bahagia. Joo sangat menentang Taemin menjadi penari walaupun dia bisa menerima kalau Taemin menjadi penyanyi. “Kumohon jangan menjadi penari. Noona tak suka melihatmu menari seperti itu, kau seperti perempuan.” Joo hanya bergumam saja karena dia tak ingin menyakiti hati adiknya.

 

            Tahun demi tahun berlalu, Joo sudah lulus sekolah dan dia berusaha untuk bekerja karena tak ingin bergantung pada orang tuanya. Joo mendapatkan pekerjaan di sebuah toko pakaian dan dia setiap hari selalu bekerja. Joo tak melupakan kewajibannya sebagai kakak yang baik, dia masih menyiapkan sarapan bahkan terkadang mengantar Taemin ke sekolah. Tapi, ada satu hal yang dia tidak ketahui bahwa Taemin bergabung di sebuah klub tari dan selalu pentas setiap akhir pekan.

 

            Taemin berusaha untuk berbicara pada kakaknya tapi dia sangat takut kalau kakaknya menolak. Taemin tahu kakaknya tak suka dirinya menari karena katanya mirip perempuan tapi Taemin tak bisa menolak apabila dia mendengar sebuah lagu dialunkan, badannya seolah-olah ingin menari mengikuti irama lagu. Kakaknya berharap Taemin masuk klub basket dan Taemin melakukannya demi kakaknya walaupun dia selalu bolos latihan basket.

 

            Tapi, kebohongan tak bisa ditutupi selamanya. Tanpa sengaja Joo melihat Taemin menari bersama sekelompok orang. Di pikirannya saat itu hanya heran dan jengkel melihat adiknya menari. Joo tak suka Taemin menari, dia sangat membenci bakat adiknya itu. Taemin terlihat seperti perempuan kalau seperti itu. Kehadiran Joo di tempat itu membuat Taemin kaget dan dia hanya bisa diam di tempat tanpa sanggup berbuat apapun. Kejadian itu membuat hubungan kakak-adik ini memburuk.

 

            Tak terasa sudah hampir satu tahun, aku tak mengobrol dengan adikku seperti biasa. Aku merindukannya bahkan sangat merindukannya. Kejadian waktu itu membuatku tak bisa mempercayainya lagi walaupun dia adalah adik kandungku. Saat kami di rumah pun dan aku melihatnya, aku hanya bisa menatapnya tanpa bisa tersenyum. Dia selalu tersenyum dan menyapaku tapi aku tak bisa karena hatiku terluka.

 

Terluka dan sakit hati, hanya dua hal itu yang membuatku berubah dingin terhadapnya. Adik yang aku sayang menyia-nyiakan kepercayaanku bahkan sekarang dia semakin gemar menari dan bernyanyi serta sering berlatih di rumah. Saat aku pergi melihatnya, dia langsung mematikan musik dan menatapku. Tatapan matanya menandakan bahwa dia ingin minta maaf dan mengatakan sesuatu tapi hatiku sudah tertutup. Entah sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini.

 

Suatu hari, saat aku berencana membereskan kamar Taemin, aku melihat sebuah surat di meja belajarnya. Aku mendekat dan meraih surat itu. Kubaca suratnya dan aku tercengang,

“Lee Taemin. Kami dari perwakilan SM Entertainment mengizinkan Anda untuk mengikuti training selama tiga tahun. Kami sudah melihat bakat Anda di audisi beberapa hari lalu. Anda berusaha sangat giat dan kami melihat potensi Anda. Silahkan datang ke kantor kami besok pukul 08.00 pagi. Terima kasih.”

Aku hanya menggenggam surat itu dan menangis. Taemin masuk ke kamar dan aku hanya menatapnya dengan air mata memenuhi mataku. Adikku ini melihatku menggenggam sebuah surat dan dia merebut surat itu. Dia menatapku tapi aku berlalu pergi dari hadapannya.

 

Taemin mengejarku dan dia berhasil memegang tanganku. Aku menepisnya dan aku hanya diam melihatnya yang juga ingin menangis. “Noona, maafkan aku! Maafkan dongsaengmu ini noona! Kumohon!”

“Maaf?! Selama satu tahun noona menunggu permintaan maafmu tapi kau tak kunjung mengatakannya! Noona membencimu Taemin!”

“Kumohon jangan benci aku noona, aku sayang pada noona. Aku merindukanmu noona, kumohon jangan marah lagi.” Taemin menangis dan memelukku. Aku menangis di pelukkannya. Aku merindukan pelukan ini, aku rindu tawanya dan aku sangat merindukan semuanya yang ada di dirinya.

 

Taemin melepas pelukanku dan aku masih menangis. Dia menghapus air mataku, tapi aku langsung mencecarnya dengan berbagai pertanyaan. “Kenapa kau mengecewakan noona? Noona tak suka melihatmu menari. Noona suka kau menyanyi tapi tanpa tarian. Bisakah kau melakukan itu untuk noona?”

“Noona, maaf aku tak bisa melakukannya. Aku sangat suka semuanya dan aku ingin melegenda seperti Michael Jackson. Restui aku noona, aku membutuhkannya.”

“Noona tak akan pernah merestuimu sebagai penari. Noona membenci bakatmu itu! Kau seperti perempuan, Taemin! Kau tahu kan kalau dari dulu noona tak pernah suka kalau kau menari?! Sekarang kau akan mengikuti sebuah training selama tiga tahun tanpa sepengetahuan noona, kau mau selamanya kita hanya diam saja saat bertemu?! Kau mau hubungan kakak-adik ini hanya status?!”

“Menjadi penari itu bukan seperti perempuan, noona! Aku masih laki-laki seperti pada umumnya. Aku minta maaf kalau tak minta izinmu tapi aku hanya ingin mengembangkan bakatku. Aku sangat sayang padamu, Joo noona! Kumohon restui aku.”

 

Merestuinya adalah hal paling berat yang harus kulakukan. Jujur, aku tak sanggup melakukannya karena aku tidak suka dengan bakatnya itu. Aku melangkahkan kaki ke sofa di ruang tamu dan aku duduk di sana sambil menangis. Taemin menghampiriku, dia berlutut di hadapanku. “Noona, jangan menangis lagi. Maaf noona, maaf.” Dia mengucapkan kata maaf berulang kali tapi mulutku terkunci. Hatiku sudah tertutup dan terluka karena dia mengecewakanku. Adik yang paling aku sayang membuatku kecewa.

 

“Taemin, noona tidak akan pernah merestuimu. Maaf Taemin.” Aku hanya bisa mengucapkan kata itu dan berlalu pergi dari hadapannya. Taemin hanya terdiam dan dia menangis. Aku tak tega melihatnya seperti itu, aku ingin memeluknya tapi kakiku berat untuk kembali. Egoku terlalu besar untuk merestui bakatnya.

 

Restu yang tidak didapatkan dari kakaknya tak membuat Taemin menyerah. Dia selalu menggunakan berbagai cara untuk membuat kakaknya bisa merestuinya. Joo tak bisa begitu saja mengizinkan Taemin karena baginya, selamanya Taemin hanyalah penyanyi dan dia mengikuti training menjadi penyanyi bukan penari.

 

            Setiap latihan yang dilakukan oleh Taemin saat akan pergi training pun tak bisa melunakkan hati Joo. Hatinya terlalu beku untuk mengerti bakat adiknya. Terkadang dia mendengar Taemin menangis di kamar dan selalu berdoa pada Tuhan agar Joo mau merestuinya. Joo hanya bisa menangis mendengar doa itu. Dia selalu bertanya pada hatinya dan pada Tuhan, apakah semua ini salah? Apakah semua hal yang telah dilakukannya salah? Aku sayang padanya dan aku hanya meminta satu permintaan agar dia berhenti menari. Aku sangat membencinya menjadi penari, dia terlihat seperti bukan adikku saat menari. Aku tak pernah menyukai seorang laki-laki menari tapi sekarang adikku menari. Apakah aku salah bersikap dingin padanya? Hal itulah yang selalu ditanyakan oleh Joo.

 

            Training yang dijalani oleh Taemin sangat berat bahkan menyita waktunya di sekolah. Nilai-nilainya turun semua dan itu membuat Joo kecewa. Taemin yang mengetahui kesalahannya, tak berani menemui Joo. Dia terlalu takut untuk menemui kakaknya dan dia sangat takut kakaknya akan menyuruhnya untuk berhenti.

 

            Sebuah tindakan yang sangat keras diambil oleh Joo. Dia datang ke kantor manajemen itu dan menarik Taemin dari tempat latihannya. Orang yang sedang melatih Taemin pun berlari mengejar Joo tapi Joo tak menggubris apapun perkataan orang itu. Satu-satunya di pikirannya saat ini hanya Taemin harus pulang dan tidak boleh mengikuti masa training hingga nilai-nilainya membaik.

 

            Taemin yang melihat sikap kakaknya pun hanya bisa terdiam tanpa bisa berbuat apapun. Dia tahu sudah mengecewakan kakaknya dan dia tak ingin mengecewakannya lebih dalam. Taemin menuruti perkataan kakaknya dan tak melanjutkan training di manajemen SM Entertainment.

 

            Tiga bulan. Ya, selama tiga bulan ini aku kembali melihat adikku yang seperti biasa. Adikku yang selalu ceria dan semangat ke sekolah. Adikku yang tidak pulang malam dan kecapekan karena training itu. Aku sangat menyukainya seperti ini dan mulai kubiasakan diriku untuk kembali tersenyum padanya.

 

Kegiatan sekolahnya pun tidak berantakan seperti dulu. Dia kembali seperti Taemin yang aku kenal. Setiap pagi, kusunggingkan senyumku saat dia akan kembali ke sekolah. “Noona, aku ke sekolah dulu! Dah noona!” Dia melambaikan tangan dan aku hanya tersenyum melihatnya.

 

Hari-hari di antara kami berdua kembali seperti semula. Tak kusangka bahwa semuanya akan baik-baik saja secepat ini walaupun harus melalui berbagai hambatan. Kuharap hal ini akan selamanya terjadi dan Taemin tak menari lagi.

 

Namun suatu saat, aku melihat ada sesuatu yang berbeda dari Taemin. Dia seperti orang lain tapi bukan kembali menjadi penari, melainkan dia seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Aku berusaha untuk bertanya padanya, “Taemin, kau tak apa-apa? Ada masalah di sekolah? Cerita pada noonamu.”

“Masalah? Tak ada ko, noona. Memangnya kenapa?”

“Hmm, benarkah? Kau tak berbohong?”

“Tidak noonaku sayang. Lee Taemin baik-baik saja.”

Dia menyunggingkan senyumnya tapi semuanya terlihat dipaksakan. Aku sedih melihatnya seperti ini. Ada apa dengannya? Pertanyaan itu memenuhi otakku sepanjang malam.

 

Perubahan sikap Taemin benar-benar membuatku penasaran dan tak bisa tidur. Jangan-jangan aku melakukan kesalahan, pikirku. Aku berusaha untuk memikirkan apa yang telah kulakukan tapi tak kunjung mendapat jawaban. Kulangkahkan kakiku ke luar kamar untuk mendapat pencerahan mengenai perubahan sikap adikku. Aku pergi ke kamar Taemin dan membukanya. Kulihat dia tidur dan posisi tidurnya membuatku tertawa. Akhirnya aku pun ke luar kamarnya tapi aku mendengar seseorang bergumam sesuatu. Kutajamkan pendengaranku dan aku mencari siapa yang bicara. Tak ada siapapun, lalu siapa?

 

Bulu kudukku mulai berdiri dan aku segera melangkahkan kakiku ke luar kamar Taemin, tapi suara itu kembali terdengar. Kutolehkan kepalaku ke tempat tidur Taemin dan aku melihat bibirnya bergerak seperti orang yang berbicara hanya saja dia tidur. Kudekatkan langkahku dan aku duduk di samping tempat tidurnya.

 

Kenapa denganmu, Taemin? Aku menggenggam tangannya dan seluruh badannya dingin. Dia menggigil. Kupegang keningnya, panas sekali. Rasa takut dan panik langsung hinggap. Aku bingung harus berbuat apa. Hal pertama yang aku ingat adalah aku harus menelepon rumah sakit, namun saat aku akan menelepon tanganku ditahan oleh Taemin. “Noona, maafkan aku. Aku hanya ingin menari lagi. Aku janji padamu tak akan mengecewakanmu, kumohon noona. Impianku hanya ingin melegenda seperti Michael Jackson.”

 

Aku tak percaya dengan apa yang dikatakannya. Apakah aku bermimpi? Adikku ini bicara saat dia tidur, dia sedang memikirkan apa di alam mimpi sana? Taemin, kumohon kau baik-baik saja. Segera kutelepon RS dan mereka mengirimkan ambulans.

 

Ambulans membawa Taemin ke RS Seoul dan aku menemaninya di dalam. Perasaan sedih dan perih memenuhi diriku. Aku tak percaya bahwa sesuatu yang hilang itu adalah semangatnya untuk menari. Kenapa dia sangat suka menari? Aku tak suka melihatnya. Rasa egoisku muncul kembali dan aku akan menentangnya untuk kembali menari walaupun di dalam hatiku aku tak ingin melihatnya seperti ini.

 

Taemin dibawa ke ruang ICU karena keadaannya sangat parah. Aku hanya bisa melihatnya dari balik kaca sambil menangis. Aku tak sanggup menghubungi kedua orang tuaku karena mereka terlalu sibuk untuk mengetahui apa masalah di antara kami. Beberapa menit aku menunggu Taemin, kulihat teman-temannya datang berkunjung. Aku bingung melihat mereka datang tiba-tiba dan aku lebih bingung dari mana mereka tahu Taemin di sini.

 

Salah satu dari mereka menyapaku, “Annyeong, noona. Apakah kau Joo noona? Noonanya Taemin?”

“Iya, aku Joo. Kalian siapa? Kenapa bisa tahu Taemin dirawat di sini?”

“Perkenalkan namaku Onew dan mereka adalah Jonghyun, Key, dan Minho. Kami adalah teman Taemin selama training kemarin. Tadi kami berniat untuk berkunjung ke rumah Taemin karena kami tahu kalau besok dia akan ulang tahun maka kami ingin memberikan surprise. Saat kami tiba di rumah, pelayan mengatakan kalau Taemin dibawa ke sini.”

“Ulang tahun? Tanggal berapa besok?”

“Tanggal 28 Juli, noona. Ada apa?”

 

Ulang tahun? Tanggal 28 Juli? Adikku besok akan ulang tahun dan sekarang dia berada di ruang ICU. Apakah itu adalah kado terindah baginya? Tuhan, aku tak mau salah mengambil keputusan. Aku hanya ingin yang terbaik baginya. Maafkan aku, Taemin. Aku tak bisa terus berada bersama mereka, maka aku melangkah ke luar dan saat berada di luar, aku hanya bisa menangis. Aku tak ingin egois tapi aku tidak suka melihatnya menari. Apapun yang terjadi, aku tak akan mengizinkannya menari lagi.

Esok harinya, aku menjenguk Taemin dan membawakannya sebuah kue. Aku ingin merayakan ulang tahunnya walaupun dia harus berada di RS. Saat aku masuk, kulihat Taemin sedang bercanda dengan teman-temannya kemarin. “Noona!” Dia berteriak padaku.

“Selamat ulang tahun saeng! Semoga Tuhan selalu melindungimu dan kau semakin sukses.” Aku mengecup pipinya dan dia tersenyum padaku.

“Kalian sejak kapan di sini?”

“Kami sejak 1 jam yang lalu, noona. Noona membawa apa saja untuk Taemin?” tanya Key padaku.

“Noona hanya membawa kue dan noona membawa sebuah permintaan special untuk Taemin.”

“Permintaan apa noona?” Taemin bertanya dan wajahnya sangat polos.

“Kau mau kado apa?”

Taemin terdiam sejenak, dia seperti memikirkan dengan sungguh-sungguh apa kado yang sangat diinginkannya. Sembari dia memikirkan kadonya, aku bertanya pada Onew, “Kalian memberi kado apa?”

 

Onew tak segera menjawab pertanyaanku. Dia seperti mengatur kata-kata untuk memberikan jawaban. Aku hanya memandangnya dan ketiga teman Taemin yang lain. “Kadonya apa?”

“Taemin masuk dalam grup boyband SHINee bersama kami, noona. Mulai minggu depan kami akan debut pertama di stasiun TV.”

Aku yang mendengar jawaban Onew hanya bisa diam saja tanpa bisa berkata apapun. Taemin memandangku, “Noona? Kau tak apa-apa?”

 

Pandanganku kosong. Harapanku agar Taemin tak kembali menari tiba-tiba pudar. Aku berusaha untuk menyunggingkan senyum demi adikku ini. “Noona baik-baik saja. Kau mau kado apa Taemin?”

“Aku mau noona merestui aku untuk kembali menari. Bisakah?”

Kenapa harus permintaan itu?! Sudah kuduga dia akan memintanya. Seharusnya aku tak menawarkan permintaan itu. Sekarang, aku hanya menyesal mengatakan itu pada Taemin. “Noona?” Taemin memegang tanganku.

“Apakah ada permintaan lain?”

“Tidak ada. Aku hanya ingin itu noona. Bisa?”

Aku menggeleng dan jawabanku tetap tidak. Aku tak mau melihatnya menari karena saat dia menari, dia bukanlah Taemin yang aku kenal. Taemin menundukkan wajahnya dan terlihat olehku dia hampir menangis. Aku tak tega tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.

 

Aku keluar dari ruangan itu dengan perasaan tertekan. Perasaan ini membuatku tidak nyaman. Hubunganku dengan Taemin menjadi taruhannya. Sampai kapan harus seperti ini? Kudengar seseorang memanggilku, “Noona! Joo noona! Tunggu!” Minho menyusulku.

“Kenapa? Mau apa kau? Menghakimiku?”

“Noona, kumohon jelaskan apa alasanmu melarangnya menari. Apa kau tahu kalau menari adalah bakatnya? Dia sangat suka menari dan kau melarang impiannya sekarang. Noona macam apa kau?!”

PLAKK.

Aku menampar Minho karena kurasa perkataannya sudah keterlaluan. Harga diriku seperti diinjak-injak oleh perkataannya, seakan-akan dia lebih mengenal Taemin daripada aku.

 

“Tahu apa kau tentang Taemin?! Kau baru mengenalnya! Aku sudah mengenalnya selama puluhan tahun dan aku merawatnya sendirian!”

“Tapi kau menghancurkan impiannya, noona!”

“Jangan berteriak padaku! Aku tidak ingin melihatnya menari karena menurutku menari itu seperti perempuan dan saat dia menari, dia bukan Lee Taemin yang aku kenal!”

“Menurutmu? Saat Taemin menari, dia adalah Lee Taemin dan akan selalu seperti itu. Kau sayang padanya, kan? Hargailah mimpinya, noona. Kumohon.”

“Maaf, Minho. Noona tak bisa melakukannya.”

Aku meninggalkan Minho sendirian. Kudengar dia berteriak padaku, “Joo noona! Taemin selalu membanggakanmu di hadapan kami! Kau adalah noona yang sangat dia sayangi dan dia hanya ingin membuatmu bangga! Dia tak ingin membuatmu kecewa karena dia tahu kau sudah merawatnya sejak kecil. Hanya satu yang aku mohon darimu, noona. Kumohon hargailah mimpinya karena menari dan menyanyi adalah impiannya!”

 

Kupercepat langkahku namun teriakan Minho masing terngiang jelas di telingaku. Menghargai mimpinya. Rasa egoisku akan menghancurkan mimpinya tapi aku benar-benar tak ingin melihatnya menari. Kepalaku ingin meledak memikirkan ini semua.

 

Ulang tahun Taemin saat itu merupakan ulang tahun terburuk baginya karena dia tak bisa mendapatkan kado yang sangat diinginkan, yaitu restu dari kakaknya untuk kembali menari. Taemin tahu kalau kakaknya tak akan mengizinkan dan dia tak ingin membantahnya, namun teman-temannya selalu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.

 

            Seminggu kemudian, Taemin debut bersama SHINee. Mereka perform di sebuah stasiun TV. Joo yang sendirian tanpa kehadiran Taemin pun merasa sangat kesepian. Dia tahu bahwa Taemin tetap akan menari dan menyanyi walaupun ditentang olehnya karena Joo hanya merestui Taemin menjadi penyanyi.

 

            Kegiatan Taemin bersama SHINee membuat hubungan kakak-adik ini semakin merenggang. Taemin jarang pulang karena dia selalu pulang ke dorm SHINee sesaat setelah selesai melakukan kegiatan. Joo sering makan malam sendirian dan dia merindukan sosok adik yang sudah dikenalnya selama puluhan tahun. Joo merindukan semua hal tentang Taemin dan kalau Joo merindukannya maka dia hanya bisa masuk ke kamar Taemin. Joo duduk di kasur Taemin dan memeluk bantal, Joo menangis karena saat ini dia hanya merindukan Taemin.

 

            Suatu ketika, SHINee libur dan mereka pulang ke rumah. Taemin langsung pulang ke rumah dan mencari kakaknya. “Di mana Joo noona?” Dia bertanya pada pelayan rumah dan mereka tidak tahu di mana Joo. Taemin mencari ke kamar Joo tapi tak ada. Di kamarnya pun tak ada, lalu ke mana? Taemin melihat sebuah kertas tertempel di meja belajarnya,

“Taemin, maafkan noona ya? Mungkin kau membaca ini, noona sudah pergi. Noona hanya ingin menyendiri dulu hingga noona tahu apa yang noona harus lakukan. Maaf kalau selama ini noona membuatmu sedih dan menangis. Jujur, bukan itu yang noona inginkan. Noona sangat menyayangimu, noona tak ingin jauh darimu. Kau adalah segalanya bagi noona. Jaga dirimu Taemin. –Love Joo noona-“

 

            Taemin membaca surat itu dan dia berlari ke luar. Dia menelepon teman-temannya dan meminta bantuan mereka. Taemin mencari di mana keberadaan kakaknya tapi tak ditemukan. Taemin kembali ke rumah dengan perasaan kecewa. Kecewa karena kakaknya pergi di saat dia ingin memeluknya. “Joo noona, kembalilah.” Air mata membasahi wajah Taemin dan dia berharap bahwa kakaknya bisa ada di sisinya sekarang.

 

            Sudah dua minggu, Joo meninggalkan rumah dan Taemin selalu menyempatkan untuk pulang ke rumah, berharap bahwa kakaknya sudah pulang. Hal itu selalu dilakukannya setiap hari bahkan teman-temannya pun terkadang menemani. Menurut mereka, hubungan kakak-adik ini sangat rumit walaupun mereka sebetulnya tak ingin menyakiti satu sama lain.

 

            Di sisi lain, Joo benar-benar merenung. Dia memikirkan apa kesalahannya yang membuat Taemin menjauh. Dia tak ingin hubungan ini hanya status karena keegoisannya. Kata-kata Minho waktu itu kembali terngiang, dia tak berniat menghancurkan mimpi adiknya. Di tempat itu, Joo merenung dan hampir setiap hari dia menangis karena perasaan rindu pada adiknya.

 

            “Apa yang aku lakukan di sini?” Akhirnya, aku memutuskan untuk kembali dan berusaha untuk menemui Taemin. Sekarang, aku sudah tahu apa yang harus kulakukan dan aku tak akan membuat diriku menyesal lagi. Aku berdiri di dalam gedung SM Entertainment dan kulihat banyak orang lalu-lalang.

 

Aku ingin bertanya pada orang-orang yang lewat tapi mereka terlihat sibuk sekali. Kuputuskan untuk mencari Taemin sendirian. Kuselusuri tiap bagian gedung dan kulihat banyak orang berkerumun di sebuah ruangan. Mereka adalah yeoja dan umur mereka sepantaran dengan Taemin. Aku memberanikan diri untuk bertanya, “Maaf, ada apa ya? Kenapa ramai sekali?”

“Ada SHINee onnie!”

“SHINee?”

“Iya, mereka sedang diwawancara di dalam.”

“Apakah ada Taemin?”

“Tentu saja ada.”

Mendengar perkataan yeoja itu membuat seluruh tubuhku ingin pingsan. Adik yang kusayang sekarang ada di dalam tapi aku tak berani menemuinya padahal aku sudah sejauh ini. Aku hanya menunggu sampai mereka ke luar.

 

Menunggu selama dua jam. Rasanya sangat membosankan, aku ingin pulang saja dan menunggu Taemin di rumah tapi untuk apa aku jauh-jauh ke sini kalau ingin menemuinya di rumah. Kuputuskan untuk tetap menunggu.

 

Tak berapa lama kemudian, kudengar teriakan yeoja-yeoja memenuhi ruangan itu. Mereka meneriaki nama member SHINee satu per satu dan nama adikku sepertinya paling banyak disebut. Onew, Jonghyun, Key, Minho keluar duluan dan kulihat Taemin keluar terakhir. Aku berteriak memanggil namanya, “Lee Taemin!” Dia tak menoleh. Aku pun nekat melakukan suatu hal bodoh. Aku berdiri di atas kursi yang akan dilewati oleh mereka agar Taemin melihatku, “LEE TAEMIN!!!!” Taemin melihatku dan dia sangat senang. Dia langsung berlari menghampiriku dan memelukku. “Joo noona! Kau kembali! Ayo kita pergi dari sini, noona!”

 

Taemin menarikku dan yeoja-yeoja tadi mengejar kami. Mereka menyangka kami adalah sepasang kekasih karena Taemin tak pernah memberitahu pada publik siapa kakaknya. Kami pun pergi menuju suatu tempat dan itu adalah tempat favorit kami berdua, atap gedung sekolah. “Noona, ke mana saja kau? Aku rindu!” Taemin memelukku erat sekali.

“Noona hanya pergi menyendiri, Taemin. Maaf ya membuatmu khawatir?”

“Jangan lakukan hal itu lagi ya? Aku tak mau sendirian.”

“Iya, Taemin sayang. Oiya, tadi noona lihat banyak yeoja yang meneriakkan namamu. Kau popular sekali ya? Hebat! Semoga impianmu untuk melegenda seperti Michael Jackson bisa terwujud.” Aku tersenyum dan mengacak rambutnya.

“Maksud noona?”

 

Aku tertawa melihat mimik wajahnya dan aku menggandeng tangannya lalu mengacungkan jari telunjuknya ke langit. “Kau lihat awan itu?”

“Iya, kenapa? Noona aneh sekali hari ini.” Taemin memegang keningku.

“Noona baik-baik saja. Dengarkan noonamu dulu. Kau punya impian kan? Raihlah impianmu setinggi awan itu kalau perlu melebihi awan itu karena noona yakin kau pasti bisa. Kau adalah adik yang hebat! Noona tak akan melarangmu menari karena noona tahu itulah impianmu, kau ingin menjadi seorang penyanyi yang bisa menari juga. Benar?”

Taemin memelukku erat sekali dan dia menangis. Aku memeluknya dan menangis juga. Aku mengucapkan bahwa aku menyayanginya di sela-sela tangisku. Dia melepas pelukannya dan memandang wajahku. “Kau adalah kakak terbaik bagiku selamanya. Terima kasih noona karena sudah menjagaku sejak kecil dan terima kasih sudah merestui impianku.”

 

Hari itu, hubungan kakak-adik ini kembali membaik. Joo merestui impian Taemin dan mengizinkannya untuk menari karena Joo tahu bahwa menari adalah hidup Taemin juga. Dancing is his life.     

 

——————–THE END——————–

 

Maaf kalau jelek.

Terima kasih sudah dibaca 🙂

Ditunggu komennya 🙂

 


Saranghae | One Shoot |

Annyeong #bow. Ini ff pertama saya. Maaf kalo jelek. Hehe. Happy reading^^

Title      : Saranghae

Author : Hye Mi

Cast       : Han Rae Hoon

Choi Si Won

Park Ji  Woo

Genre   : Romance

~Han Rae Hoon POV~

“Appa, aku ingin nonton. Aku mohon, appa. Boleh ya? Jebbal.” Kataku pada appaku.

“Andwae! Kita kan ke Jakarta baru 1 minggu lagi. Appa tetap tidak mengizinkanmu pergi ke sana! Apalagi kau pergi sendirian.” Jawab appaku dengan nada tinggi. Ya, saat ini aku berada di Singapura. Tujuan keluargaku ke sini karna oppa ku baru saja menikah dengan seorang yeoja berwarga kenegaraan Singapura. Aku di Singapura sudah sekitar 4 hari yang lalu.

Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dan menangis di hadapan appaku. Setiap hari aku sudah memohon pada appaku agar aku diizinkan menonton konser Kimchi. Akhirnya aku menyerah. Aku membalikkan badanku dan aku berlari ke kamarku. Tepatnya kamar tamu di rumah kakak iparku. Di kamar, aku memandangi tiket konser Kimchi yang tergeletak di atas meja belajarku. Tiket ini begitu mahal. Aku membelinya dengan cara menyisakan uang jajanku setiap hari. Dan tak ada pilihan lain, jika aku tak ingin rugi, aku harus menjual tiket ini pada orang lain. Saat aku akan mengiklankan tiket Kimchi di internet, tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarku.

“Oke. Appa izinkan kamu ke Jakarta.” Kata appaku di ambang pintu.

“Jeongmal? Ah, gomawo, appa.” Kataku sambil memeluknya erat.

~keesokan harinya~

Akhirnya appaku mengizinkanku untuk melihat secara langsung konser itu. Entah angin apa yang lewat dan membuat appaku berubah pikiran. Saat aku sedang asik memandang tiket itu, tiba-tiba handphone ku berdering. Kemudian aku mengambil handphone ku yang aku letakkan di atas tempat tidurku.

From    : Min Ri

Hoon-ah, tadi malam aku mendapat kabar Siwon oppa tak bisa datang untuk memeriahkan konser Kimchi. Mian aku baru memberi kabar hari ini, tadi malam pulsaku habis.

Tanpa kusadari handphone ku jatuh ke lantai. Aku benar-benar tak percaya. Siwon oppa tak datang. Aku begitu mengidolakannya. Ini benar-benar kesempatan besarku untuk bisa bertemu denganmu. Tapi apa, oppa? Kau tak datang? Wae, oppa? Wae? Aku menangis. Lebih kencang dari tadi malam. Huhu. Oppa.

~sore harinya~

Aku berangkat ke Jakarta menggunakan pesawat. Aku merasa senang, tapi di sisi lain aku juga sedih. Terang saja, Siwon oppa tak bisa datang. ‘Kau tak datang oppa? Wae?’ teriakku dalam hati. Tanpa kusadari air mataku jatuh. Awalnya sedikit, tapi lama-lama hatiku merasa sesak hingga akhirnya aku terisak, sampai-sampai namja yang duduknya tepat di sebelahku memberi selembar tisu untukku.

“Gomawo.” Kataku pada namja itu sambil menerima tisu yang ia berikan padaku. Aku memperhatikan tangannya sekilas. Sepertinya aku pernah melihat bentuk tangan yang seperti itu. Seperti milik… Ah, andwae! Bukan dia. Tak mungkin dia ada di sini. Lagipula banyak yang tangannya seperti namja itu.

“Cheonmaneyo.” Jawabnya. Suaranya mirip sekali. Ah, tapi apa mungkin dia itu… Ah, bukan! Bukan dia Han Rae Hoon. Pabo! Kemudian aku mengusap pipiku yang basah menggunakan tisu dari namja yang berada di sebelahku. Tapi karna aku masih penasaran dengan namja itu, aku pun memperhatikannya dari samping. Aku terheran-heran melihatnya yang daritadi menggunakan hoodie jaket, menutupi wajahnya menggunakan masker dan kacamata hitam.

~Han Rae Hoon POV end~

~Park Ji Woo POV~

Aku berangkat dari bandara Changi di Singapura menuju bandara Soekarno Hatta di Indonesia. Aku berangkat menggunakan hoodie jaket, topi, masker dan kacamata hitam. Aku masuk ke dalam pesawat menuju Indonesia. Aku mencari tempat duduk nomor 8, tak berapa lama aku menemukan tempat dudukku. Kemudian aku duduk di sebelah yeoja yang sepertinya sedang sedih. Beberapa menit setelah pesawat yang aku tumpangi take off, aku mendengar suara isakan tangis seorang yeoja. Kyaaa!!! Ternyata yeoja yang duduk di sebelahku ini menangis. Aku tak kuasa mendengar seorang yeoja menangis. Kemudian aku mencari tisu yang berada di dalam tasku lalu kuberikan selembar untuknya.

“Gomawo.” Katanya sambil menerima tisu pemberianku.

“Cheonmaneyo.” Jawabku. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang, ya, sangat kencang dari biasanya. Entah mengapa ini bisa terjadi kepadaku. Akhirnya yeoja ini mulai berhenti. Dan sepertinya yeoja ini sedang memperhatikanku. Mungkin ia heran mengapa aku memakai hoodie jaket, topi, masker dan kacamata hitam terus-menerus tanpa melepasnya.

~Park Ji Woo POV end~

~Author POV~

“Gomawo.” Kata Han Rae Hoon pada Park Ji Woo.

“Cheonmaneyo.” Balas Ji Woo.

“Mm… Bolehkah aku bertanya padamu?”

“Mwo?”

“Mengapa kau daritadi tak melepas topi, capuchon (capuchon: penutup kepala yang ada di hoodie jacket), dan kacamata hitammu?”

Ji Woo hanya tersenyum pada Han Rae Hoon. Ia lupa bahwa ia masih menggunakan masker sehingga Hoon tampak bingung dengan sikap namja yang duduk di sebelahnya.

“Namamu siapa?”

“Park Ji Woo imnida.” Jawabnya sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Hoon.

“Han Rae Hoon imnida.” Sambil menjabat tangan Ji Woo. Hoon merasa nyaman setelah ia menjabat tangan Ji Woo. “Kau mengingatkanku pada seseorang.” Ucap Hoon spontan.

“Siapa?”

“Choi Siwon. Salah satu member Super Junior.”

“Masa? Mungkin hanya perasaanmu saja.”

“Ya, mungkin hanya perasaanku saja karna dia tak datang ke konser Kimchi besok malam. Aku terlalu mengidolakannya sampai-sampai aku menangis karnanya tadi.”

Ji Woo tak menjawab perkataan Hoon.

~Author POV end~

~Han Rae Hoon POV~

~Malam harinya~

Akhirnya sampai juga di Jakarta. Karna aku takut sendirian di rumah, akhirnya aku berniat untuk menginap di sebuah hotel di Jakarta. Sesampainya di penginapan aku langsung check in. Ternyata kamarku berada di lantai 7. Aku langsung memasuki lift dan memencet tombol 7 . Sesampainya di lantai 7 aku mencari kamar nomor 710. Tak lama kemudian aku sampai di depan kamarku. Ah, rasanya benar-benar tak sabar untuk segera merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku langsung memasuki kamarku, mencopot alas kakiku dan menaruhnya di tempat sepatu, kemudian aku meletakkan koperku di tempatnya. Karna aku benar-benar merasa lelah, aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur dan aku pun tertidur.

~Esok harinya~

Aku terbangun dari tidurku kemudian aku melirik jam tanganku yang masih kupakai di tangan kiriku.

“Aigoo! Jam 10! Aku harus membeli hadiah untuk Siwon oppa.” Aku langsung beranjak ke kamar mandi lalu mengisi bathup dengan menggunakan air hangat. Setelah air mengisi separuh bathup aku langsung mandi. Saat itu aku benar-benar lupa bahwa Siwon oppa tak bisa datang ke konser Kimchi. Aku baru sadar setelah aku keluar dari toko arloji.

“Ah, pabo! Kenapa aku bisa lupa kalau Siwon oppa tak bisa datang? Pabo kau Han Rae Hoon!” Ucapku pada diriku sendiri.

Akhirnya aku kembali ke hotel yang jaraknya tak terlalu jauh dari toko arloji dengan berjalan kaki.

~Malamnya~

Ini dia momen yang aku tunggu-tunggu! Walau tanpa Siwon oppa. Tak apa lah. Tanpa ku sadari hadiah yang akan kuberikan untuk Siwon oppa masih kusimpan di dalam tasku. Aku baru sadar saat aku akan mengambil tiketku di dalam tasku.

“Aigoo! Hadiahnya kubawa! Pabo! Dia kan tak datang. Kalau kutitipkan aku tak yakin jika arloji ini akan sampai ke tangannya!” Tiba-tiba ada seorang namja yang menabrakku dari belakang. “Ah! Hei! Kalau jalan hati-hati! Jangan menabrak orang! Apa kau tak lihat aku di sini? Haa?” Dia hanya mengisyaratkan bahwa ia meminta maaf padaku. Apa namja ini bisu? Dia menggunakan masker, kacamata hitam, topi dan hoodie jacket. Hoodie jacket nya seperti milik Ji Woo. Ah, masa dia Ji Woo?

~Selesai konser~

Ah, bagus sekali! Sungguh, aku benar-benar tak menyesal bisa datang ke konser sebagus ini. Andai, Siwon oppa… Ah, biarlah! Han Rae Hoon! Bisakah kau sejenak melupakannya? Dada ini rasanya sesak jika terus-menerus memikirkannya. Tapi rasanya Siwon oppa datang ke konser ini. Tapi jika datang, kenapa dia tak tampil tadi? Ah, payah kau Han Rae Hoon! Sudah jelas-jelas dia tak datang. Sudahlah Han Rae Hoon!

Kemudian aku ingin sekali rasanya berfoto dengan member Super Junior. Akhirnya diam-diam aku menyusup ke backstage.

~Setelah berfoto~

Huh, untung memori kamera eommaku ini belum terlalu penuh. Bisa-bisa dimarahi eommaku nanti. Aku pun mencari tempat duduk kemudian iseng-iseng aku melihat hasil fotoku dengan member Super Junior. Tiba-tiba ada seseorang yang menutup mataku dengan menggunakan tangannya dari belakang.

“Han Rae Hoon, tebak siapa aku?” katanya. Aku berpikir sejenak untuk mengingat namanya. Suaranya benar-benar familiar. Tapi entah siapa dia. “Hoon-ah, mengapa kau diam saja? Kau lupa denganku? Padahal kemarin kita bertemu dan ah, iya tadi aku benar-benar tak sengaja menabrakmu. Mian. Kau begitu marah padaku ya tadi?” katanya lagi. Aku mengingat-ingat semua kejadian yang kualami kemarin dan tadi. Menabrakku tadi? Aih, tiba-tiba aku teringat Ji Woo.

“Kau Ji Woo.”

“Ani. Kau taunya aku ini Ji Woo? Haa? Sebenarnya aku bukan Ji Woo. Mian telah membohongimu.” Aku semakin dibuat bingung olehnya.

“Kalau kau bukan Ji Woo, lalu siapa?”

“Tebak dulu. Kau lupa di pesawat kau ini menangisi siapa? Haa?”

Aku tersentak kaget. Di pesawat? Aku menangisi Siwon oppa. Apa dia… “Siwon? Choi Siwon?” kemudian ia melepaskan tangannya dan aku langsung menoleh ke arahnya. “SIWON OPPA!!!” Aku pun memeluknya erat seolah tak ingin melepaskan pelukan ini. Aku benar-benar bahagia hingga aku meneteskan satu demi satu air mataku yang sedari tadi kutahan agar tak menetes. Dan yang membuatku bahagia lagi, ia pun juga membalas pelukanku.

“Kau menangis lagi? Aku tak datang menangis, aku datang juga menangis. Kau ini bagaimana?”

“Mianhae, oppa. Aku terlalu bahagia sehingga aku terharu.” Kataku sambil melepaskan pelukanku pada Siwon oppa. “Oppa, kenapa kau tak tampil tadi?”

“Mian, tadinya aku mau tampil, tapi aku tak boleh terlalu lelah karna aku masih harus syuting. Sebenarnya tujuan utamaku ke sini adalah tampil bersama member SuJu yang lain. Tapi aku sudah berjanji pada managerku, jika aku ke sini, aku tak boleh tampil. Tapi aku tetap datang untuk memberi semangat member SuJu yang lain.” Ceritanya panjang lebar.

“Oh, begitu. Bisakah kita berfoto, oppa?”

“Ne^^.” Jawabnya sambil memberikan senyuman manisnya padaku. Kemudian kami pun berfoto dengan berbagai pose dan berpindah-pindah tempat. Saking asyiknya kami berfoto, kami tak menyadari bahwa memori kamera eommaku penuh. Aih, biarlah dimarahi eomma yang penting bisa berfoto sepuasnya dengan Siwon oppa.

“Yah, mianhae oppa. Memori kameranya habis.”

“Jinjja? Hahaha.” Jawabnya sambil tertawa lebar. Aku pun memasukkan kamera eommaku ke dalam tasku. Saat memasukkannya, aku melihat hadiah yang kubeli tadi siang.

“Oppa, aku punya hadiah.” Kataku sambil mengeluarkan hadiah itu dari tasku.

“Apa ini?” tanyanya sambil menerima pemberianku.

“Buka saja. Tapi jangan di sini. Di penginapan oppa saja.”

“Ah, ne. Gomawo, chagi.”

Aku tersentak saat mendengar dia memanggilku chagi. “Mwo? Chagi?”

Tiba-tiba wajahnya berubah menjadi wajah orang yang sedang bingung. “Ne, Hoon-ah. Saranghae.” Kemudian ia mengecup lembut bibirku. Aku benar-benar tak percaya akan semua ini. Tuhan, jika ini mimpi cepatlah bangunkan aku dari tidurku, jika ini nyata hentikan waktu ini sejenak.

“Oppa, kau benar-benar menyukaiku?”

“Ne. Sejak kita pertama bertemu. Apa kau mau menjadi yeojachinguku?”

“Secepat itukah, oppa?”

“Ne, aku takut kau meninggalkanku nantinya.”

“Nado saranghae, oppa.” Jawabku tanpa pikir panjang. Kemudian ia memelukku erat, aku pun membalas pelukannya.

——————————————————————————————————–

Mian. Kecepeten ya jadiannya? Hehehe. Jangan lupa komen ya yang udah baca. Gomawo.